Answered step by step
Verified Expert Solution
Link Copied!

Question

1 Approved Answer

ABSTRAK Merger dan akuisisi (M&A) yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) diharapkan mampu meningkatkan daya saingnya pada lingkungan bisnis

ABSTRAK

Merger dan akuisisi (M&A) yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) diharapkan mampu meningkatkan daya saingnya pada lingkungan bisnis yang dinamis. Akan tetapi, tidak ditemukan adanya konsensus dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai dampak M&A terhadap kinerja keuangan perusahaan-perusahaan yang terlibat. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah M&A. Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari website masing-masing perusahaan, website Bursa Efek Indonesia dan website PT Indonesian Capital Market Electronic Library. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA, ROE dan PBV perusahaan perkebunan setelah M&A signifikan lebih rendah dibandingkan ROA, ROE dan PBV sebelum M&A.

Kata kunci: merger dan akuisisi, kinerja keuangan, uji t berpasangan, uji Wilcoxon

PENDAHULUAN

Perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari posisi Indonesia yang terletak di daerah beriklim tropis sehingga memungkinkan berlangsungnya aktivitas perkebunan hampir sepanjang tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlah perusahaan besar yang melakukan usaha di bidang perkebunan hingga mencapai 16,4%. Itu artinya usaha tersebut dipandang sebagai bisnis yang cukup menarik dan potensial oleh para pengusaha di Indonesia.

Bagi pemerintah sendiri, perkebunan dinilai sebagai salah satu subsektor pertanian yang memiliki peran strategis di dalam pembangunan ekonomi nasional. Terbukti, selama empat tahun terakhir subsektor perkebunan selalu memperlihatkan kinerja yang positif. Data yang diperoleh dari BPS menunjukkan bahwa besarnya kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) yang diperoleh dari subsektor perkebunan pada periode 2012-2015 rata-rata adalah 3,7%, dengan tingkat pertumbuhan berkisar antara 3,5-6,9%. Selain itu, perkebunan juga mampu memberikan sumbangan terhadap devisa negara melalui ekspor Komoditas- Komoditas unggulan seperti CPO, karet, kopi dan kakao senilai US$29,72 milyar atau 95,78% dari total ekspor produk pertanian Indonesia di tahun 2014 (Pusdatin, 2015). Itulah sebabnya pemerintah masih menjadikan perkebunan menjadi salah satu subsektor pertanian andalan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan pada pembangunan ekonomi Indonesia.

Terbukanya pasar global dan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN telah menyebabkan perubahan lingkungan bisnis dan tingkat persaingan di seluruh industri yang ada di Indonesia, termasuk industri perkebunan. Perubahan tersebut menuntut setiap perusahaan untuk mengambil kebijakan yang tepat agar dapat memenangkan persaingan demi kelangsungan usahanya dalam jangka panjang. Salah satu cara agar perusahaan dapat bersaing dan berkembang dengan baik demi mencapai tujuan jangka panjangnya adalah melalui strategi pertumbuhan atau ekspansi (Lesmana dan Gunardi, 2012). Strategi tersebut dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu secara internal, melalui akuisisi sejumlah aset produktif yang akan dimanfaatkan untuk meningkatkan usaha yang sudah ada, dan secara eksternal, yaitu melalui akuisisi perusahaan lain yang telah berjalan. Perusahaan-perusahaan yang ingin mencapai pertumbuhan secara cepat dan meningkatkan nilai tambahnya akan memilih merger dan akuisisi (M&A) sebagai strategi dominan perusahaan (Sinha et al. 2010).

Peningkatan aktivitas M&A yang terjadi di beberapa negara, seperti Turki (Selcuk dan Yilmaz, 2011), Cina (Yan dan Ming, 2011) dan India (Kumara dan Satyanarayana, 2013; Sinha et al. 2010), menunjukkan bahwa M&A masih menjadi pilihan yang menarik bagi perusahaan di seluruh dunia untuk mencapai pertumbuhan yang diharapkan. Di Indonesia sendiri aktivitas M&A mulai marak dilakukan paska terjadinya krisis moneter tahun 1998-1999 (Suwinto, 2011). Ketika kondisi ekonomi semakin membaik, aktivitas M&A terus berlanjut dan menjadi salah satu strategi korporasi di Indonesia. Data dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menunjukkan bahwa aksi M&A yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam lima tahun terakhir (2010-2014) mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dari hanya tiga transaksi di tahun 2010 menjadi 59 transaksi di tahun 2014.

Merger dan akuisisi (M&A) yang dilakukan perusahaan seyogyanya dapat meningkatkan kinerja keuangan sebagai hasil dari sinergi yang diperoleh dari upaya tersebut. Namun, pada kenyataannya hal itu tidak selalu terjadi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kinerja keuangan perusahaan setelah M&A tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kinerja sebelum M&A, sebagaimana yang disampaikan oleh Aprilita et al. (2013), Auqie (2013), Ahmed dan Ahmed (2014) serta Inoti et al. (2014). Penelitian lainnya bahkan mampu menunjukkan adanya penurunan kinerja keuangan perusahaan setelah dilakukannya M&A (Sinaga, 2009; Selcuk dan Yilmaz, 2011; Mulyana, 2012; Gunawan dan Sukartha, 2013). Meskipun demikian tidak semua upaya M&A yang dilakukan perusahaan menghasilkan kinerja yang negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Altunbas dan Marqu'es (2007), Sinha et al. (2010), serta Suwinto (2013) mampu membuktikan bahwa kinerja keuangan perusahaan justru meningkat setelah proses akuisisi.

Dari sekian banyak penelitian mengenai M&A di Indonesia, hingga saat ini belum ditemukan satu pun penelitian yang khusus mengkaji pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perusahaan-perusahaan di subsektor perkebunan, meskipun mereka cukup aktif melakukan M&A. Sementara itu, hasil penelitian- penelitian terdahulu tidak memberikan pengaruh M&A yang seragam pada kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian ini, yang bertujuan untuk mengkaji dampak M&A yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan tersebut terhadap kinerja keuangannya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan- keputusan yang berkaitan dengan aktivitas M&A yang akan dilakukan di masa mendatang.

KESIMPULAN

Merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan belum berhasil meningkatkan kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan. Sebagian besar parameter kinerja yang digunakan menunjukkan adanya penurunan kinerja yang dialami perusahaan paska M&A. Hanya tingkat leverage saja yang mengalami perbaikan setelah perusahaan melakukan M&A. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki potensi pertumbuhan yang baik, karena masih dapat meningkatkan kapasitas utangnya untuk dipergunakan dalam kegiatan operasional maupun investasi yang akan mendorong pertumbuhan pendapatan perusahaan di masa depan. Ketidakmampuan perusahaan perkebunan untuk mencapai sinergi dari M&A yang dilakukan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pemilihan perusahaan target dan karakteristik industri perkebunan itu sendiri. Sebagian perusahaan perkebunan, memilih perusahaan- perusahaan yang belum beroperasi secara komersial sehingga tidak dapat dengan segera memberikan kontribusi yang signifikan pada perusahaan induknya.

Ukuran perusahaan yang jauh lebih kecil daripada perusahaan induknya juga menyebabkan tambahan pendapatan yang diperoleh dari perusahaan yang diakuisisi tidak berpengaruh signifikan terhadap laba konsolidasi perusahaan secara keseluruhan. Meskipun demikian, dari M&A yang dilakukan tersebut, perusahaan perkebunan berhasil memperoleh tambahan aset berupa lahan-lahan perkebunan baru dan pabrik pengolahan kelapa sawit yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan bagi perusahaan di masa depan. Selain itu, M&A pada perusahaan perkebunan juga menghasilkan sinergi operasional berupa transfer teknologi dari perusahaan induk yang rata-rata sudah memiliki tingkat penguasaan teknologi budi daya dan pengolahan kelapa sawit yang tinggi, pada perusahaan-perusahaan yang diakuisisi. Meskipun demikian, sinergi operasional yang terjadi belum berhasil mendorong peningkatan kinerja keuangan perusahaan perkebunan yang teramati pada penelitian ini, namun di masa depan, sinergi tersebut akan menghasilkan pertumbuhan pendapatan yang signifikan setelah teknologi yang ditransfer diimplementasikan secara solid pada perusahaan-perusahaan yang diakuisisi.

Sumber: Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 14 No. 2, Juli 2017. Nama peneliti sengaja tidak dicantumkan.

PERTANYAAN

Berdasarkan abstrak, pendahuluan dan kesimpulan di atas, menggunakan bahasa Indonesia dan menurut pemahaman Anda, rumuskanlah dengan singkat:

  1. Tema dan Judul penelitian
  2. Latar belakang penelitian
  3. Masalah dan Pertanyaan penelitian
  4. Hipotesis penelitian
  5. Manfaat penelitian
  6. Disain penelitian

ENGLISH VERSION

ABSTRACT

Mergers and acquisitions (M&A) carried out by plantation companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) are expected to increase their competitiveness in a dynamic business environment. However, there is no consensus from previous studies regarding the impact of M&A on the financial performance of the companies involved. This study was conducted to compare the financial performance of plantation companies listed on the IDX before and after the M&A. The data used in the form of secondary data obtained from the websites of each company, the Indonesia Stock Exchange website and the PT Indonesian Capital Market Electronic Library website. Tests were carried out using paired t test and Wilcoxon test. The results showed that the ROA, ROE and PBV of plantation companies after M&A were significantly lower than ROA, ROE and PBV before M&A.

Keywords: mergers and acquisitions, financial performance, paired t test, Wilcoxon . test

PRELIMINARY

Plantation is one of the agricultural sub-sectors that has enormous potential in the Indonesian economy. This is inseparable from the position of Indonesia which is located in a tropical climate so that it allows plantation activities to take place almost throughout the year. Data from the Central Statistics Agency (BPS) in 2015 shows that in the last 10 years there has been an increase in the number of large companies doing business in the plantation sector to reach 16.4%. That means the business is seen as a business that is quite attractive and potential by entrepreneurs in Indonesia.

For the government itself, plantations are considered as one of the agricultural sub-sectors that have a strategic role in national economic development. Evidently, for the last four years the plantation sub-sector has always shown a positive performance. Data obtained from BPS shows that the contribution of the Gross Domestic Product (GDP) obtained from the plantation sub-sector in the 2012-2015 period was 3.7% on average, with growth rates ranging from 3.5-6.9%. In addition, plantations are also able to contribute to the country's foreign exchange through the export of leading commodities such as CPO, rubber, coffee and cocoa worth US$29.72 billion or 95.78% of the total exports of Indonesian agricultural products in 2014 (Pusdatin, 2015) . That is why the government still makes plantations one of the mainstay agricultural sub-sectors which are expected to make a significant contribution to Indonesia's economic development.

The opening of global markets and the implementation of the ASEAN Economic Community have led to changes in the business environment and the level of competition in all industries in Indonesia, including the plantation industry. These changes require every company to take the right policy in order to win the competition for the sake of its business continuity in the long term. One way that companies can compete and develop well in order to achieve their long-term goals is through a growth or expansion strategy (Lesmana and Gunardi, 2012). This strategy can be implemented in two ways, namely internally, through the acquisition of a number of productive assets that will be utilized to increase existing businesses, and externally, namely through the acquisition of other companies that are already running. Companies that want to achieve rapid growth and increase added value will choose mergers and acquisitions (M&A) as the company's dominant strategy (Sinha et al. 2010).

The increase in M&A activity that occurred in several countries, such as Turkey (Selcuk and Yilmaz, 2011), China (Yan and Ming, 2011) and India (Kumara and Satyanarayana, 2013; Sinha et al. 2010), shows that M&A is still a viable option. attractive for companies around the world to achieve the expected growth. In Indonesia, M&A activities began to flourish after the 1998-1999 monetary crisis (Suwinto, 2011). When economic conditions improve, M&A activities continue and become one of the corporate strategies in Indonesia. Data from the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) shows that the M&A actions carried out by companies in Indonesia in the last five years (2010-2014) have increased very significantly, from only three transactions in 2010 to 59 transactions in 2014.

Mergers and acquisitions (M&A) carried out by companies should be able to improve financial performance as a result of the synergies obtained from these efforts. However, in reality this is not always the case. Several studies have proven that the company's financial performance after the M&A does not show a significant difference compared to the performance before the M&A, as stated by Aprilita et al. (2013), Auqie (2013), Ahmed and Ahmed (2014) and Inoti et al. (2014). Other studies have even been able to show a decline in the company's financial performance after the M&A (Sinaga, 2009; Selcuk and Yilmaz, 2011; Mulyana, 2012; Gunawan and Sukartha, 2013). However, not all M&A efforts made by the company result in negative performance. Research conducted by Altunbas and Marqu'es (2007), Sinha et al. (2010), and Suwinto (2013) were able to prove that the company's financial performance actually increased after the acquisition process.

Of the many studies on M&A in Indonesia, until now there has not been found a single study that specifically examines its effect on the financial performance of companies in the plantation sub-sector, even though they are quite active in conducting M&A. Meanwhile, the results of previous studies do not provide a uniform effect of M&A on the company's financial performance. Therefore, it is necessary to conduct this research, which aims to examine the impact of the M&A carried out by these plantation companies on their financial performance. This research is expected to provide useful information for stakeholders to make decisions related to M&A activities that will be carried out in the future.

CONCLUSION

Mergers and acquisitions carried out by plantation companies have not succeeded in improving the company's overall financial performance. Most of the performance parameters used indicate a decline in performance experienced by the company after the M&A. Only the level of leverage has improved after the company conducted M&A. This shows that the company still has good growth potential, because it can still increase its debt capacity to be used in operational and investment activities which will encourage future revenue growth. The inability of plantation companies to achieve synergy from the M&A carried out is caused by several factors, including the selection of target companies and the characteristics of the plantation industry itself. Some plantation companies, choose companies that are not yet operating commercially so that they cannot immediately make a significant contribution to their parent company.

The size of the company which is much smaller than the parent company also causes the additional income obtained from the acquired company to have no significant effect on the company's consolidated profit as a whole. However, from the M&A carried out, the plantation company managed to obtain additional assets in the form of new plantation lands and a palm oil processing factory which could be used as a source of income for the company in the future. In addition, M&A in plantation companies also produces operational synergies in the form of technology transfer from the parent company, which on average already has a high level of mastery of oil palm cultivation and processing technology, to the acquired companies. However, the operational synergies that have occurred have not succeeded in boosting the financial performance of plantation companies observed in this study, but in the future, these synergies will result in significant revenue growth after the technology transferred is implemented solidly in the acquired companies.

Source: Journal of Management & Agribusiness, Vol. 14 No. 2, July 2017. The name of the researcher is intentionally not included.

QUESTION

Based on the abstract, introduction and conclusion above, using Indonesian and according to your understanding, briefly formulate:

  1. Research Theme and Title
  2. Research background
  3. Research Problems and Questions
  4. Research hypothesis
  5. Benefits of research
  6. Research design

Step by Step Solution

There are 3 Steps involved in it

Step: 1

blur-text-image

Get Instant Access to Expert-Tailored Solutions

See step-by-step solutions with expert insights and AI powered tools for academic success

Step: 2

blur-text-image

Step: 3

blur-text-image

Ace Your Homework with AI

Get the answers you need in no time with our AI-driven, step-by-step assistance

Get Started

Recommended Textbook for

Strategic Management In The Hospitality Industry

Authors: Mike Olsen, Michael D Olsen

2nd Edition

0471292397, 9780471292395

More Books

Students also viewed these General Management questions

Question

How is VRIO different from a SWOT analysis?

Answered: 1 week ago

Question

7. How can an interpreter influence the utterer (sender)?

Answered: 1 week ago

Question

8. How can an interpreter influence the message?

Answered: 1 week ago